Rindu Kepada Sepasang Anggrek
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin)
Yang dirindukan telah pergi
jauh di ujung dan kau lelah menanti
Selalu kau terhenti di pangkal rumah
menanyakan bait-bait puisi dari sepasang anggrek
Tumbuh di antara bebatuan, kayu yang kotor
meski di sekitarmu banyak bunga yang berdandan lembut
Tapi kau masih saja bertanya,lalu
kau memetik satu dari mereka
Simpan di saku, dimana tangannya sempat menyelipkan anggrek yang kau pinta
Tapi kau saja merobek dan membiarkan hancur berantakan di lantai
Dan kau hanya mengatakan, rindu tiada belas kasih
kau pergi dalam bait-bait puisi yang belum resmi
KAU
Kenapa kau patahkan ranting yang muda?
apa kau tidak butuh? atau memang tak ada guna?
Baiklah kalau kau mau, aku tak akan mau
mengumpulkan pecahan gelas yang dia pecahkan di depanmu
Kau tak berpikir, sudah jangan kau cibir
kalau kau masih mau, jangan kau malu
Malu kenapa?tidak bisa
terus untuk apa melati kau diamkan lebih lama?
KAU LAGI
Semestinya bukit tak lagi dipundakmu
bukan kau serupa objek dari pensil warna darinya
Kau ini manusia
yang dapat mendengar, melihatserta merasakan di depanmu
Terus untuk apa benang yang kau tenun menjadi selimut
sampai tangan, nadimu bergetar tiada henti
Untuk apa? mau kau pasang di balik kelambumu?
atau memang kau sudah membenciku?
jauh di ujung dan kau lelah menanti
Selalu kau terhenti di pangkal rumah
menanyakan bait-bait puisi dari sepasang anggrek
Tumbuh di antara bebatuan, kayu yang kotor
meski di sekitarmu banyak bunga yang berdandan lembut
Tapi kau masih saja bertanya,lalu
kau memetik satu dari mereka
Simpan di saku, dimana tangannya sempat menyelipkan anggrek yang kau pinta
Tapi kau saja merobek dan membiarkan hancur berantakan di lantai
Dan kau hanya mengatakan, rindu tiada belas kasih
kau pergi dalam bait-bait puisi yang belum resmi
KAU
Kenapa kau patahkan ranting yang muda?
apa kau tidak butuh? atau memang tak ada guna?
Baiklah kalau kau mau, aku tak akan mau
mengumpulkan pecahan gelas yang dia pecahkan di depanmu
Kau tak berpikir, sudah jangan kau cibir
kalau kau masih mau, jangan kau malu
Malu kenapa?tidak bisa
terus untuk apa melati kau diamkan lebih lama?
KAU LAGI
Semestinya bukit tak lagi dipundakmu
bukan kau serupa objek dari pensil warna darinya
Kau ini manusia
yang dapat mendengar, melihatserta merasakan di depanmu
Terus untuk apa benang yang kau tenun menjadi selimut
sampai tangan, nadimu bergetar tiada henti
Untuk apa? mau kau pasang di balik kelambumu?
atau memang kau sudah membenciku?