Posts

Showing posts from November, 2015

Daraku Penyair Kecil (Nasrul Asrudin)

Image
Daraku Karya: Penyair Kecil (Nasrul Asrudin) Daraku masih di rumah mendiami rebah lelah kumasih berladang seorang menenggelamkan riuh tarian perawan ilalang Jika hari sudah malam daraku berlarian mencuci kaki dalam luka lagi kela menyudahi rebah lelahku pada tarian perawan Kaki-kaki mulai basah tertinggal di keramik sepeninggal ibunya yang menyudahi tangisan ayah sampa sendiri mengajaknya menawarkan anggur di sampingnya

Kekasihku Dalam Duka Mutiara Penyair Kecil(Nasrul Asrudin)

Image
Kekasihku Dalam Duka Mutiara Karya: Penyair Kecil(Nasrul Asrudin) Aku berbaju basah di pundak kutiangkan pesan itu masih basah di kediaman dalam kepedihan Aku bersisik mutiara yang asin memadati tubuh dalam kepedihan yang dingin kuucap do'aku yang teduh Kau, kekasihku dalam mutiara pergi dalam kalimat duka cambukmu masih menekan luka di musim ini yang dihujani kata-kata air mata

Kepedihan

Image
Kepedihan Karya: Penyair Kecil Berhari-hari aku menyertakan kepedihan yang mencari sepasang sayap di malam yang belum menenangkan aku selalu saja bagai bulu-bulu burung yang basah Tertinggal ditelan pada parit dan dapur ilalang semburat sinar pun sudah menggambar di pantai yang mematahkan hangat sayap-sayap elang dan ini aku sudah terdampar pada relung yang akbar

suaraku

Image
Suaraku Karya: Penyair Kecil Aku bersuara suaraku dicekal di ujung jalan berhenti dituduh berontak bergelimpangan suara-suara yang belum mati membusuk di jantung kota, dan Aku bersuara di kaki kota biar tubuh dicerca dalam luka-luka anak manusia Dipinang Orang Karya: Penyair Kecil Yang aku sayang telah di rantau orang pergi menghilang di papah lampau aku bagai samudra tanpa pulau Yang aku sayang sudah dipinang orang aku sunyi di pulau ini sepi tiada berani

pemilik rindu

Image
Pemilik Rindu Karya: Penyair Kecil Kepada pemilik rindu kuantarkan cawan cinta di atas siang yang menyendiri di antara ramai tentang angin, hujan serta kebebasan Kepada pemilik rindu bersahaja kau di padang gersang tempat mengumpat syair-syair yang hilang sampai kuucap 'selamat jalan sayang'

belum habis luka

Image
Karya : Penyair Kecil Mengapa sedih selalu memekik lirih? Belum habis tangis ini Luka-luka percaya padaku Berulang lagi tangis yang belum genap seratus hari Masih mengharum bunga-bunga dalam karangan Kusendiri dalam tangis kehilangan Kasihku sudah menghadap Tentunya kuberharap Ratapan sedih tak jua tiada Habis sudah kebahagiaan yang kupunya Kasih dari keluarga sudah terhenti Melepasku dalam harum bunga karangan yang belum kering sendiri Tuhan, kemana kuharus menerangkan mata ini? Sedangkan tangis yang belum genap seratus hari masih disini Apa kuharus berlari menanggalkan luka-luka? Kemudian kuberhenti di ujung malam bulan purnama? Kasih, secepat itu kau pergi Menyatakan raga telah ditinggal sendiri Di ujung musim yang belum habis Langkah kecil membuat derai tangis Kuberharap hujan tak berpihak pada pohon-pohon Kuberharap angin tak berpihak pada ombak yang menelantarkan riaknya sampai mengusir pasir Tapi kuberharap kebahagiaan selalu mengikuti Berde

perempuan berselendang merah

Image
Karya: Penyair Kecil Langitnya memerah Di ujung musim yang merangkak Perempuan tiba di pelabuhan Hendak menanyakan suratan Berpesta di pusat keramaian Duduk berselendang merah Kemudian Datang jua rimba dari pematang Bertelanjang kaki membawa riang Ini surat dari lelakimu Langitnya menghitam Di awal pertunangan, sibak hening luka lagi kelam Sudah habis pelepah oleh angin Hanya menanyakan kapal bebekuan Singgah sebentar Ada harap yang pudar Selamat bahagia, hanya ia yang mengakar

rerumputan di musim hujan

Image
Karya: Penyair Kecil Aku bukanlah rerumputan yang bernapas di musim hujan Sesekali menari di pematang menuntut napas-napas dari pergaulan Hingga tiba pengembala memetik satu dari kami untuk bermain Kemudian kawannya menginjak bahkan memotong dengan begitu gagah Sementara pohon-pohon menyimpan ruang Tempat dimana pengembala meniup suling, lalu kami ikut melenggang Tidak sempat kami tolak, sedang musim akan datang membuat kami rusak Lebih baik patah dan hilang sampai kami benar-benar rusak Kawan kami masih berjelaga Tumbuh gersang bagai penari ilalang Memetik satu darinya untuk pulang Sampai menyimpan ruang dari satu kehormatan

surat tua dari nona

Image
Karya : Penyair Kecil Berbulan-bulan datang dalam arakan sebuah surat dari nona yang menumpuk di rak tua sampai tiba usiaku kepala tiga tiada orang yang menyambut hingga napas-napas mulai buntung kuserasa terkatung-katung dalam bingarnya surat kukabarkan lagi pada laba-laba yang berumah di sampingnya ini temanmu sudah datang jika kau masih setia menggantunglah sampai tiba orangnya

buana ini indah

Image
Karya : Penyair Kecil Buana ini indah Tuhan Tapi ada hening yang kubaktikan Gemericik air terhenti, ladang mengering sendiri Buana ini indah Tuhan Baru kemarin sore kumengembala Tanpa ikat kepala Kududuk menanyakan senjakala Sudikah kumeminang hamba-Mu yang diraut luka? Buana ini indah Tuhan Sungguh kutak ingin habis dalam pengabdian Buana ini indah Tuhan Haruskah kumenanyakan hujan? Tentang hamba-Mu yang hening menakutkan