Posts

Showing posts from October, 2015

diksi tua

Image
Karya : Penyair Kecil Kiranya aku sudah gila Siang terlentang ranjang Malam kubergaun sayap-sayap elang Diksiku terluntah dipapah tua Permaisuriku yang kucinta Dinarmu sudah habis Tertanggal di kalender senin manis Sungguh ingin kuracun diksi ini Biar pun ku mati dini Mengubur kegilaan yang membuatku lupa anak istri Dinarku Tak Berpuisi Karya : Penyair Kecil Kucerca ladang kecil yang membawa paduka bahagia Nampak kuteguk mentah air yang belum sempat jatuh Kepada malam ke empat, kubiarkan ladang mengalir syair Ini sekali kupasrahkan saja, dengan sunyi kuberpuisi Kepada dinarku yang keseratus kali tak bermain diksi

si putu gadis

Image
Karya : Penyair Kecil Mengandang embun merimbun Datang melayang sesejuk angin Mengambang timur hati berduyun Serasa tubuh dipeluk dingin Kerbau memeluk tanah Anak ayam dipapah berjalan Keluar mengandang tiada resah Menyisir timur, aku ingin berdandan Cangkul dan arit masih tergeletak Petani masih dipukul waktu Memanjang tubuh yang liku Sempat terkoyak bagai kanak-kanak Mengambang sudah Surya tanpa patah Berlarian anak ayam Mencari makan selagi belum malam Tiba jua kayu menjadi arang Jarit ibu tua sudah berselempang Si putu gadis tak jua berdandan Berjalan lapangkan angan Kiranya hari sudah pagi Kereta angin masih didekap sunyi Sinar timur sudah bergaris Menanggalkan mimpi sesak si putu gadis ‪#‎Putu‬ : Cucu

sinar timur untukmu

Image
Karya : Penyair Kecil Sinar timur masih untukmu Belum terang hanya semu Tapi aku percaya Sinar timur pasti ada Kau duduklah sambil berdo'a Lipatlah resahmu lalu sisakanlah bahagia Bukan untukku, bukan untuknya tapi untukmu Kau bukan kupu-kupu yang dari ulat lalu terbang selama satu minggu Kau adalah cahaya Cahaya dari sebuah cinta, mata dan bahasa Jika kau masih duduk dan bermain luka Kau tak akan menemukan sinar timur yang memberikan bidadarimu tawa Kembalilah berwajah ayu penuh do'a Sebagaimana Hawa menjadikannya Adam sebagai Imamnya Karena semua itu satu dan sama Untuk sebuah wanita dalam satu do'a puisi Anak ayam masih dipeluk induknya nyanyian syurga dari selisir pagi masih mengumpat di balik rindangnya dunia Kemudian kupisahkan diksi-diksi kecil dari mata yang sayu biar berkata dalam hening yang membuat telapak berkeringat Lalu kutumpahkan saja pada do'a yang teguh tentang kasih yang masih berdandan Pada kearifan jiwa yang bersandar la

aku pemuda dari desa

Image
Karya : Penyair Kecil Aku pemuda dari desa Hidup ditelan jaman Aku masih saja ksatria Berselempangkan keteguhan Aku pemuda berdarah merah Jiwaku tak akan patah Aku pemuda bertulang putih Ragaku tak akan lirih Merahku merah membara Berselempang do'a ku tak akan lara Putihku putih pasir Tak ada angin yang akan mengusir Di indonesia ini ku tak akan mati Meski lerai raga dan ruh sudah pasti Karena aku tahu Aku pemuda yang akan setia bersamamu Merahku dan putihku Indonesiaku Selamat Hari Sumpah Pemuda Tetap semangat untuk semua Pemuda dan Pemudi Indonesia

Berbulan Menawan

Image
Karya : Penyair Kecil Berbulan-bulan menawan Sandarkan tempayan kemudian Duduk dibudak tanduk Kemudian lika-liku menusuk Aku dipandang belang Dipapah lagi sayang Kemudian kita bermain remang Sampai mendatang-datang ingin kupinang Berbulan-bulan berselempang sayang Pada belia di rantau orang Sungguh muram lagi malang Kutak bisa hilang

campuran puisi penyair kecil

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Bila muara digenangi air dan bunga, aku sudah lama di tengahnya Tidak tumbuh, tidak jua tiba Tergerus hingga daging-daging membiru sampai muara pun keruh Menerima getas tubuh yang menikmati duka penuh Hari-hari berbincang, bunga tumbuh di dalam kalender kemarau Sesenggukkan dengan kering pada pangkal yang jatuh risau Tumbuh tiada terikat, di bibir muara yang menepikan masaknya air Menunggu sampai matahari tergelincir, turut serta kudo'akan Untuk pertunangan yang belum direstui Keharusan apa yang terus melingkar pada kelopaknya? Biarkan kecil lalu layu dan mati? Apa kutetapkan saja muara dalam bayang mata? Adinda Karya: Asrul Cicitan kelelawar terdengar di telinga dan taman-taman yang berduka laju angin menuju sembilu teriak-teriaklah anakan ilalang Langit memancar kuseduh cemburu yang baru lekas berkaca adinda siapa luka yang membawa petaka Puisiku Karya : Penyair Kecil puisiku merayu Merayu kamu untuk j

Pertunangan Pada Sayap-Sayap Penyair

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Sebelum pertunangan siang dan malam mengabur, kulihat hening yang sangsai Terasa angin membuat tarian dari sayap-sayap penyair berderai Hingga merdu seruling mematuk hati yang dangkal Akankah aku menghamba pada sayap-sayap kecil yang mereka tak mengenal? Sebelum pertunangan daun dan embun memagar kedua mata, kulihat tunas-tunas beradu Tumbuh di antara sela-sela musikaliasi sang fajar Beradu tumbuh hingga akar mulai menggantung Pada cahaya yang menyemat di sela-sela bebatuan yang berlumut Entah aku kira pertunangan hanya sebuah sisi janggal,hingga degup berganti hening Sampai tahun-tahun berganti tiada lagi musikalisasi yang kudengar Semua memagar pada akar-akar Menggantung sampai bebatuan lagi berlumutan.

Dindaku Di Negeri Sebrang

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Semarang, tempat dinda dilahirkan Bermandikan kasih, dihujani sayang dindaku sangat manja Merengek, menangis lalu tertawa Kurasa dindaku sudah hangat dari tangan lembut Rangkul dalam cinta yang tak akan hanyut Mungkin dindaku tak ingin sendiri Berdandan lalu bertanya Tuhan, wajah cinta sudah ada padaku Aku kira sudah habis Tapi tidak pada kasihku ibu Lihatlah rengek, tangis dan tawaku sudah berlalu Kukembalikan ini pada masa Tentang cinta remaja dalam romantika Semarangku, aku ingin kembali Menanyakan rindu, senduh dan pilu Bukan pada kasih, bukan pasa angin Tapi pada cintaku pada seorang ibu KASIH DI SEBERANG PULAU Sebelum kapal berlayar, kapal bebekuan Kutemukan pasir menari di bawah daun kelapa Tiba jua menyinggung pada surat ketiga Dalam pisah yang melarung sebuah cinta Kutatap dengan tenang ombak yang mengikuti bibir pantai Datang lalu pergi berderai Kulari di puncak karang semua serasa di ujung Jauh ku

Raga Dalam Pagi

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Daging-daging membungkus kerangka Memanjang di atas ranjang besi dan busa Terbujur dengan keriuhan serta kesenjangan kasih Di sini tempatmu mengabur perih pedih Dalam jumpa yang mengawal luka Kau tidak segera mengeringkan Basah di sekujur tubuh hanya dosa-dosa Kembali bersujud kepada Tuhan KITA PASTI AKAN TERPISAH Kasih, dimana puing yang lalu telah dilantunkan jua dalam jalan berlumpur Penuh kegelisahan untuk berjalan mengarah sisa sinar yang muncul yang tak mengabur Tak ubah jalan yang dulu, penuh sautan anak-anak bermain Lucunya kita berdua berjalan bersama tanpa alas kaki Mungkin wajah kaki sudah bosan Bosan kepada halus dan kasarnya jalan yang berdiam lalu mengatakan aku mau Kemudian telah disodorkan gerigi-gerigi kecil yang terkelupas Tertinggal lalu membekas Di luar yang menyentuh Di luar yang gemuruh Menyesatkan kaki kita, entah berdiam atau sedikit berbincang Menenggelamkan serta biarkan dirinya menga

Tangis Kepada Saudaraku

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Aku lapar pada kemarau panjang Mendiami tangisan yang belum kering Aku teriak pada musim yang akan datang Kupasrahkan ini dalam tangis yang enggan berpaling Aku tak akan berlari, biar semua menari-nari Menerus kau lapar pada kemarau panjang Mendn tangis saudara yang sudah peri Bila cintaku sudah menganak, biarkan semua tergeletak Mendiami cinta yang sudah lama terkoyak

Keterasingan Rindu

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Langit kota menabur embun Belum sempit senyum yang kita kait Tersusun di meja gelas keca Rindu menetap lebih, sebelum kita di sini Keterasingan membuat kita berdandan Pada langit senja di kota, kita tertahan Di antara rindu yang tersusun Tersusun sampai pertunangan mulai menurun Senja mulai menampakkan sinar, di balik runtuh rindu yang degup Menjelaskan sisa kematangan, sinar menjadi hilang Tertumpuk lalu mengayun jelas di sepasang mata Senja yang berani bercinta Dalam degup rindu yang kelana Andai itu sudah menyusun, sebelum keterasingan menanyakan hari Hari dimana kita ingin berlari, menanyakan ketimpangan hati Lalu di setiap jalan kita mencukupi Degup rindu yang diambang mati

Lintang penyair kecil

Image
Tuhan, di bumi yang Kau beri, aku menenggelamkan sinaran kecil Membiarkan tenggelam dan kemudian tiba waktu mengapung di langit ini Sinar yang mulai redup, letih bahkan hampir mati Mengapung di antara ikatan yang mulia Lebih mulia dari sepasang remaja mengais cinta Sinar yang serupa dipenuhi lampu kristal dan sepasang mata berlian Tiada lagi tiba lalu seandainya saja kemudian malam memberikan pertunangan Redup dan bersinar Di antara penyair-penyair yang menumpukkan karyanya Sampai lelangnya malam mulai disisipi suara anak ayam Terpecah di antara lekuk dan keriputnya jidat penyair jalanan Sungguh nikmati sekali, sinaran kecil dari-Mu Lintang dari mata yang tajam Lebih tajam daripada masa kelam Mengait erat kedua tangan untuk bersurat Membiarkan kata-kata menjadi pinta Membiarkan sinaran menjadi serupa lamaran cinta Dari kegigihan insan yang begitu luwes dalam sinaran lintang Menjadikannya harap dalam waktu malam Kasih, sinaran k

Ceceran Suara Di Kaki Gedung

Image
Ceceran suara terpecah Di kaki-kaki gedung mereka ditentang Tak pulang terpanggang Belum sembuh luka yang genap seratus hari Mereka lepaskan merpati di atas unggunan api Merpati yang belum sempat bercinta Kelepaknya merangkak hilang Terpanggang di kaki-kaki gedung Asap mengabur dimana-mana Belum sembuh duka yang dibuatnya Lalu lautan suara menyindir Pada jutaan otak yang tak mau berpikir Terpecah sudah, jangan patah Biar kelepak hilang Simbol kebebasan sudah terlentang lalu terpanggang Harus kemana ceceran suara dipapah KEMATIAN KU DALAM BAHAGIA Jika kematian membuatku pulang Kuharap tiada rerumputan yang berladang Menemani rayap-rayap kecil yang terbungkus gundukkan tanah Tidak lagi yang bisa dipapah, aku terkubur di dalam tanah Jika kedukaan menganak sungai di emperan rumah Dan kebahagiaan datang jua, hanyutlah Jangan kau bersemi dalam duka yang memanjang Aku pulang dalam bahagia yang hilang Jika kehidupan mengembalikanku den

Kelaparan Melanda Desa

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Basah di lidah jatuh menyentuh Tanah kering, air hening Membatu di paruh elang Menunggu daging terpanggang Muara mengering, anakan ikan mati Paruh elang membanting bangkai-bangkai Kelepak elang mencuri pandang Basah lidah mengering terpanggang Jatuh di antara berita Lapar melanda desa SURATAN LUKA Kenapa meski ada suratan? Sedangkan kebusukkan sudah memakan Selalu saja meminta, apa kau sudah terpukul usia? Kemana hari kemarin? Aku bertanya Sementara jawabanmu sudah terlihat menggumpal di bebatuan Opini dari kaumku sudah membulat dan membeku Suratan yang dulu sempat putus,sekarang sudah berkabung Dipatahkan, dihempas suara Mematikan bagai racun di ujung pisau Menganak sudah kepedihan antara kebangkitan dan ketimpangan Di bulan oktober yang menyaksikan Luka-luka yang belum berdarah Tunduk di bebatuan angan, cinta yang sudah terpecah SAJAK KECIL UNTUKNYA Laba-laba menggantung, rayap mengendap Semut hitam

Kedamaian Yang Belum Pasti

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Kubisukan angin yang menertawakan daun anggrek Sekian malam dikau mengkritisi sajak-sajak tentang anggrek Dan kubiarkan kodok menjadi separuh hidupnya Melenyapkan sepi, melepas sunyi lalu menabur bahagia Di taman yang belum direstui, dikau Serupa desir pasir hilang di bibir pulau Hanya saat ini kedamaian berada ditangan dewi samudra Yang mengembalikan ombak menjadi ada dan tiada MALAM DI KOTA KARYA Semula aku ingin menutup rangkuman dari kilas kota kecil, bermalam sendiri, hingga musik mulai terhenti Kemudian aku berjalan, sejajar dengan roda-roda becak yang berputar pelan Langkah awan menyiumi jidat-jidat penyair jalanan Sesekali tumbuh jiwa-jiwa yang kerdil, lalu melepas dan menyimak arah awan pergi Ketika semua terasa mengambang, jatuh pelan di pot-pot kayu, aku sendiri Bercerita pada rak buku yang memandang pedih, lalu aku sesekali mendengar jam mengatakan malam merangkak pagi Dan kusimak awan, pot-pot kayu p

Mimpi Singkong Kepada Keju

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Kutidur lalu berharap, kering memikat segera hilang Sedari dulu pinta jelita membawa aku berenang Hilang, lalu hanyut terbuang di waktu siang Tak sepantasnya singkong bermandikan keju di meja usang Keju melembut ,lalu kumakan bersama setumpuk ubi-ubian Berharap kepahitan menyumbat dikerongkongan segera hilang Lalu kuminum seteguk anggur yang begitu manis daripada tebu Lalu kubiarkan turun jatuh ke dalam perut yang begitu lugu Lantas kau mengkritisi dari mulut yang belum berpendidikan Untuk memucatkan dinding yang kemarin sore begitu cerah Tapi sudah bermukim dan berkeluarga Tentang singkong bermandikan keju yang hanya sebatas angan

Kelembutan Yang Sepi

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Ketika tulang-tulang tak lagi berkawan, lidah meracun pada badan Tumbuh berakar dan sesekali menyesat di antara sendi-sendi Digenggam dengan penuh jiwa yang begitu sepi dan kini semua terpisah di antara raga yang sunyi Melangkah lembut, jauh pelan di bawah peraduan yang hilang Dengan tubuh yang sedikit pincang, berjalan mengarah pada sisi pantai Dan sesekali melepas ujung kuku, dimana dia tempat menyentuh lembut Dan berkata, aku lelah dalam kelembutan yang sepi PERTALIAN SIANG DAN MALAM Pertalian siang dan malam mulai mengait, tepian barat mulai bercinta ladang dan kebun menanggalkan bibit-bibit untuk tuannya Sedikit redah angin yang mulai membasuh di langit-lanngit pipi Bertebaran lintang yang sedikit genit untuk semesta Sementara cicit anak burung masih, di pucuk cemara yang begitu lembut menari Sedang dikau bermandikan kebencian, tentang kegelapan yang menangkap satu demi satu ketakutan Dan kau membiarkan mereka