Posts

Showing posts from January, 2016

Kening di kecup hening

Image
Karya: Asrul Ketika kening dikecup hening berlarian kenangan dan angan ada bahagia dalam sabda tuan dipinta dari daun dan ranting Ketika menanti tumbuh sendiri tersiram luka kelam teramat dalam semestinya pinta tuan bukan berlari sedang sunyi menikmati Hanya kepada tuan kukatakan ini bukan pertunangan sebab matahari masih pagi sebab rembulan masih sore Lalu bagaimana bila tuan bersabda jika matahari dan rembulan menjadi pinta sedang kening dikecup hening sudah berjalan masing-masing?

APA KAU BENAR-BENAR TURUN

Image
Karya: Asrul Apa kau benar-benar turun? sempat kukerutkan jidat kemudian kusematkan segala nikmat bagaimana bisa kudengar denting dari daun dan ranting? Apa kau benar-benar turun? kukatakan lagi kepada rembulan, dedaunan serta angin mengapa mereka ingin sekali bercinta sedang seorang dara berkali-berkali tanya Biar kunanti sendiri denting dari daun dan ranting percayalah kutak akan bercinta dengannya sebab kau lah yang benar-benar kucinta Apa kau benar-benar turun?

APA KABAR HUJAN

Image
Karya: Asrul Apa kabar hujan? kukatakan selagi kau turun dongeng anak manusia yang didekap rawa-rawa dosa dan burung-burung enggan berteduh di balik kaca tempat kuberteduh anak manusia Hujan, bisakah kau menitipkan purnama? di balik dedaunan yang masih menyisakan esok ingin sekali aku menyentuh dinginnya sampai dosa-dosa sudah berdamai untuk segala hujan yang begitu rinai Hujan, kutak ingin mencaci sendiri sebab dosa-dosa sudah bosan menyusup di balik kening tidakkah kau menitipkan esok? tentang embun-embun dari rumpun yang ayu Hujan, mari kita bercinta sebentar saja biar yang tenggelam sudah hilang mengalir untuk nyanyian burung-burung di atas rawa-rawa dosa anak manusia

KUKATAKAN PADA YANG HILANG

Image
Karya: Asrul Kukatakan pada yang hilang dalam bahagia datang aku terkekang jalan pulang mengapa kau berdiam dicuri seribu nyanyi selempang selendang? Kukatakan pada yang hilang aku berduka di antara cahaya mengapa kau lama bercinta di antara tawarnya sedang aku serupa padi penuh ilalang Kukatakan pada yang hilang malam ini nyanyian selempang selendang sudah mengenang diantar nyonya yang penuh girang sebab cintaku sudah dipapah berjalan pulang .

RINAI HUJAN PADA MALAM

Image
Karya: Asrul Jika malam datang kutak mau seorang tiba melayang-layang menjemput bahagia yang hilang Dalam malam kusendiri berjelaga serupa ikan-ikan kecil menanti serinai hujan dalam sunyi dan tumbuh di antara jiwa yang kerdil Wahai kekasih malam kuingin kau bermain terang sebab kunang sudah dulu berpulang sedang kusendiri berjelaga menanti rinai hujan yang kelam

BUNGA DI MUSIM LALU

Image
Karya: Asrul Kali ini kutak akan memetik  bunga di musim yang digenangi  raut do'a kemana rumah yang begitu betah sudah tertinggal seribu sumpah Kuingin duduk lalu hening bahkan berpakaian compang camping berharap bunga sudah basah tiada menyunting sebentar saja, kuingin pergi ke musim lalu musim gembala berpeluk angin lalu Angin yang membuat raut do'a berjalan mengantar diam lalu  menenggelam kelam kali ini ku ngin memetik bunga biar sumpah sudah, karena ku penuh dosa

Kecemasan

Image
Karya: Asrul Bolehkah kurajut kain yang kusut? sebab lembab ketika air mata bercinta kepadanya lekas kau jawab dinda sebab kutak mau berselimut kecemasan yang kalut Malam merujuk pulang kumasih sendiri sembunyi di balik rapuh angin dan gelas-gelas kaca menyisakan berita tempat bermalam dari segala Mengapa kau berdiam? bukankah malam sudah menanggalkan kelam? jika tiada sembunyi yang paling sunyi kumau pergi dari kecemasan ini

Tentang Aku

Image
Karya: Asrul Kutak bisa bermandikan hujan yang setiap rintiknya merahasiakan kenangan bagaimana jika hujan menidurkan luka-luka? sebelum terbit sinar yang paling merah menanyakan kau dimana? Kutak bisa bermain-main dengan air yang setiap gemiriciknya mengungkap rindu yang paling akhir bagaimana jika air selalu berjelaga ke tempat orang yang menanyakan sebuah cinta Kuhanya bisa menggigil dingin sebab gigilnya sudah menawar rindu yang tawar bagaimana kubisa bermusim lebih lama? sedang kedua mata sudah berjelaga air mata

Cerita Kasih

Image
Karya: Asrul Kasih, kuingin bertamu malam ini ingin sekali bercerita tentang pagi dimana embun yang tawar berlari sendiri Kasih, kuingin bertamu malam ini ingin sekali bercerita tentang siang dimana cahaya telah kuterima dengan tenang Kasih, kuingin bertamu malam ini ingin sekali bercerita tentang senja dimana taman-taman doa menuai surga Kasih, bukalah pintu rumahmu ku tak meminta seteguk tawar serupa embun ku tak meminta ketenangan serupa cahaya ku hanya meminta kita adalah bagian dari taman-taman doa di kala senja untukmu kasih dimana kau berada.

Dengan Kita Yang Penuh

Image
Karya: Asrul Hanya yang tumbuh dengan penuh menjadi riuh segala do'a yang dinanti menjadi bukti-bukti tidak kemana hanya senantiasa bercahaya utuh seperti sepasang cinta yang menyauti segala do'anya Kemana kita terus menebus raut-raut bibir yang mencibir dan segala hasrat bertemu itu terus mencabik lalu menggelitik asik jiwa-jiwa yang unik Hanya yang tumbuh dengan penuh berlabuh penuh yang mau di antara kita kepada sepasang ucap do'a tentang segala do'a yang paling diminta dari kita sepasang manusia penuh dosa

Aku Pikir Kau

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Aku pikir kau sudah tenggelam Jatuh di dangkal luka lagi kelam Terseok dengan dalam Enggan tiba menyurat silam Aku pikir kau sudah menyalahkan pangkal jalan Tempatku duduk hening menyudahi angan Tiba sekali kau berenang-renang dalam petang Menyudahi heningku yang begitu malang Aku pikir kau sudah duduk Menikmati temaram kalbu yang begitu kaku dan kikuk Sementara aku mengumpat di balik selendang mayang Menyaksikanmu bersenang dalam lagu anak lelaki malang

Rindu di bawah hujan

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Setiap hujan yang tertumpah, aku meletakkan surat Aku membiarkan surat ini bercermin di wajah meja Sementara langit terus menyuguhi seberkas sinar yang gelap Aku duduk mengikuti kemana arus air bertelaga Aku duduk dan sesekali membasuk muka di derasnya hujan Lalu aku menyiumi dengan tenang air yang menyentuh di kedua telapak tangan Aku terdiam, aku berkaca pada hamparan air yang menggenangi di teras rumah Aku membisik pada sekumpulan kodok kecil yang begitu lemah Ini hujan yang tak dari biasanya Aku menemukan rindu yang teramat lama Entah kepada dia, siapa atau mereka Tapi yang aku tahu hanya rindu yang sudah tua Dan hanya kepada surat yang bercermin aku meminta kepadanya Untuk segera kembali, meletakkan rindu yang terbagi-bagi.

Mawar di awal oktober

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Setangkai mawar, berdiri sendiri di pojokkan rumah Dihinggapi lukisan-lukisan air yang menempel di langit-langit daun Aku memetik satu kelopak yang hampir layu Aku buang di belantara pekarangan rumah yang kosong Membiarkan sendirian, sementara suara kodok mulai menemani di ujung kaki-kaki rumah Semua membagi ketakutan Hanya setangkai mawar yang sedikit merunduk dan duri yang tumpul tak sempat melawan Dibiarkan semua memisah serta retak di bawah kolong jendela Entah harus berjuang, berenang melawan belantara pekarangan yang digenangi air dan gundukkan sampah? Tapi kini semua berkata Berkata di antara keduanya, tentang pojok rumah, belantara pekarangan serta jendela Apa harus bersatu? Berpisah atau hanya membiarkan busuk? Kalau kiranya demikian, aku tak pergi Meski melati menyambut dengan lembut Tapi tidak denganku, aku yang selalu Menantimu sampai semua menyatu Untukmu mawarku di awal oktober.

Parit-Parit Kepada Lintang

Image
Karya: Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Ketika parit-parit mengumpatku terlantar memandang jua bersama belalang kecil, Aku bertanya kepada sayapnya Kenapa kau tak berterbangan jauh? mengumpat lagi sampai senja hari bertamu Aku kira kau sudah tergeletak pincang dan sayap-sayapmu rontok yang mengundang rintik hujan untuk berteduh Parit-parit sudah menguning di pucuknya lubang-lubang kecil membentuk akar-akarya membelah tanah kemudian kucucikan kaki Yang membuat jejak-jejak menganak di tanah tumbuh parit menguning kutitipkan suratku kepada penglihatan,pendengaran Sebagaimana parit memberinya warna memberinya bisik angin yang melepas musim kepada hujan dan kemarau Tuhan, kuharus berjalan menemui tuan yang berjuba ketidakadilan sampai kulepas sendiri menanamkan kasih pada lelaki tentang cinta pada butiran-butiran puisi

Aku Kepada Semut Kecil

Image
Karya: Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Jika musim ini membuat dedaunan berkaca-kaca aku melangkah ke semak-semak yang menempatkan semut-semut kecil bermain di akarnya yang diramaikan oleh angin dan aku ingin berbisik kepadanya Hay, kenapa kau tak mainkan dedaunan itu? dedaunan yang menempatkan kawanku menanyakan kasih memberikan sedih Apa kau tak ingin bermain di ujungnya? ujungnya yang membuat kawanku bertanya tentang tetesnya tentang penantiannya Ah, aku kira kau sudah dingin membeku di balik dedaunanku yang menyurat kawanku berlalu tidak seperti aku aku yang menanti bagai pasir tersapu oleh angin kiranya aku yang dimabuk rindu pada musim dingin

Aku Merayu

Image
Karya: Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Berkali-kali aku merayu tidak sedu sepi napasku berkali-kali aku katakan ya kekasih, aku akan habis dikemudian Aku yang masih hilang di tubuhku pada tulang kupasrahkan mendatang berkali-kali aku merayu si gadis berselendang Kukatakan lagi di semenanjung sepi berakit ke pulau tempat layar menyambat angin berkali-kali aku merayu pada si gadis berambut hitam sunyi mempertanyakan lagi tentang nurani

Kumpulan puisi Penyair Kecil (Nasrul Asrudin)

Image
Dik, Kembali Karya: Asrul . Dik, kembali pulang sebab malam melayang kutakut kau dirindu pada kunang berlarian menentang hujan di kala siang Dik, kembali padaku sebab cemburu itu tumbuh yang sepi menjadi api lalu gundah menduga Dik, bulan memancar kutegak lelayang sinar yang begitu samar Aku hilang . Sebelum matahari tenggelam, bibirku mengering Terkelupas mengulit napas yang hampir putus Bila nanti kulihat setengah sinar, mungkin aku sudah tergeletak di pinggir jalan Lalu semua dalam ketakutan dan kerakusan Malam Datang Karya: Penyair Kecil (Nasrul Asrudin) Jika malam telah datang aku tak mau seorang bertunangan dalam malam lelintang berkasih kenang Sungguh aku malu demikian jika malam telah katakan aku bagai lelintang kedip mengintip jiwa yang mengambang Jika kasih telah dipinang malam pun mencinta serupa cicitan sudah dipucuk cinta aku hanya daun dialihkan angin malam tanpa kunang Aku Kelaparan Karya: Penyair Kecil Aku kelaparan ser

Lelaki Dan Perawan

Image
Karya: Penyair Kecil (Nasrul Asrudin) Apa yang kau cari? sedang anggur masih di sampingmu membentuk kunang-kunang melayang pulang sementara kau sudah berbaju bulan kemarin dicecar dingin rebah angin yang menyusun rapih di lapisan sisik-sisik asin kemudian kau keluar memecahkan gelas di sampingmu adalah putri raja sesekali kau mencumbuh liar kepada sisik-sisik kulitmu yang bersua menanyakan hujan belum sempat mampir menanyakan hujan belum sempat memecah getir kutinggalkan kau saja kukatakan pada lawan temanku sudah mabuk perawan

Gadis Kepada Hujan

Image
Karya: Penyair Kecil (Nasrul Asrudin) Basah tanah mengucap sekali merenung dibungkus dedaunan kuingin bermandikan hujan dipeluk, dicium dari bunga mewarna ranum Kemudian kupisahkan satu darinya yang menetes jatuh mutiara dari sudut mata yang kosong, aku berlumut digenangi segenap rindu yang berpaut Basah tanah bercinta pergi seorang diri, aku terpecah diantaranya memeluk, mencium diksi-diksi dari puisi hening yang sepotong baitnya adalah gubuk Bertali nyali, kudijejali rintik hujan yang sesekali meleset jatuh di pelipis datang kemudian jatuh menangis aku tertulis dalam puisi gadis manis yang hening disiulkan burung belibis

Layang dan sepi

Image
Karya: Asrul Langit menutup siang dihinggap lintang dan layang sampai bermulai lagu pengembala malam menyadur debur angin serta nyiur Kepada layang kubertiang menemu cemburu diraut orang kemudian kelepak angin menutup dingin menyadur siul nyiur yang mengucur hancur Bagaimana kubisa bernyanyi sedang layang menjadi sunyi hanya angin menutup dingin kemudian puluhan dedaunan dalam kecemasan ah, ini aku hanya sepi yang menjadi -jadi . Layang: Surat

Hak yang mati dan hidup

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Secepat itu kau menghilang, gunung yang pecahkan, sungai yang kau tutup Membawa cipta di ruang mata serta keperawanan nurani menjadi tak suci Terbentuk dari pemikiran, lidah serta tangan yanng terus menelanjangi lalu mencumbuhi Hak-hak dari sekian juta manusia yang tergeletak di antara mati dan hidup Ketika semua lengser kemudian tersangkut di sungai yang kau tutup, terbengkalai di kaki gunung yang kau pecahkan Semua serasa bangkai tapi ini masih bisa mengatakan Entah merunduk, diam, bicara atau melawan Tentang hilangnya hak-hak yang terus ditelanjangi dalam keramaian Untuk mereka yang bermain di garis jalan, serasa bermandikan bingung Mereka takut, mereka kalut pada nasib yang sedang tergantung Harus berdiam, berbicara atau melawan Kepada pencuri hak yang sudah diguyur kemunafikkan

Tunas tunas di antara dedaunan kering

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Tunas-tunas mati, berguguran lenyap Kelupas kulit yang belum tersayat, bukan dengan pisau Jatuh remuk di antara tiga musim Mungkin atas nama cinta Terbentuk sisi-sisi yang tergeletak Tempat dimana rayap, semut kecil serta lebah bercinta dan beranak Hanya lukisan cembung yang tersisa Di antara tiga musim yang terlihat mata Sementara rerimbunan daun kering tersentak Di tengah gundukkan, mereka bertalikan angin Hanya angin saja membuat tergeletak Kenapa harus tiga musim yang bercerita Sedang tunas-tunas masih menguntip di balik keringnya daun Apa tak ada sesal? Atau sudah cukup?

cita cita fiktif belaka

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Ada waktu, dimana air terus mengalir dan terhenti Lautan pun tak akan diam Meski ikan-ikan kecil sudah terperangkap Harus menunggu keajaiban atau lebih baik di bui janji, katanya? Kata siapa? Skoci kecil jua masih mengambang Dimana angin sempat membuat mereka terdampar menepi Entah siapa yang membuat mereka pergi sendiri? Aku duga lebih baik tanyakan saja Siapa sangka mereka sudah jadi barisan? Atau memang mereka sudah berkumisan? Tak terpakai sampai menghiba jua tak diminta Salahkah mereka?

Perahuku menyandar

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Dini tadi perahuku bersandar Riuh ombak memancar Anak nelayan bermain paru camar Karang terkekang berkecamuk rintih yang datar Pantai bergumam kasih manja Pasir menawarkan do'a Aku duduk diantar nyanyian padang samudra Melenyapkan pinta dalam kesunyian masing-masing yang sangsai Aku tetap duduk merunduk yang mereka berkata hening mulai Mengatakan pada pasir, karang yang belum memgembalikan cerita untuk usai

Libur yang salah

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Aku diajaknya berlibur, di tengah perut yang belum terisi nasi Suara yang meletakkan pundi-pundi untuk tergantung Di sisi-sisi jalan yang meretaskanku menjadi penerus Menetapkan senyum kepada runtuhnya bangunan kecil tanpa ijin Kemungkinan malam ini aku mengurung di kamar tanpa tontonan gratis Aku bersinggungan pada angka-angka di kalender Mereka tidak semua memerah Semua meletakkan angka-angka yang sudah tersusun, tiada berlaku bagi kaumku yang kosong Semestinya aku diajak berlibur, mengenakan jaket dari bulu domba, makan di restoran dari hotel bintang lima Tapi tidak dengannya yang mengajakku berlibur dengan perut melara Seandainya dia tahu, kaumku sudah berjasa meski rentan waktu sudah habis Menanggalkan sisa-sisa dari rontoknya tubuh yang mengakar di bahu jalan Lalu perutku kembang kempis sampai menunggu semua habis Dari letupan suara yang tidak tahu sebabnya

Pinta rindu

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Kutetapkan senja bertamu di ujung temu rindu Bergantian menyematkan senduh dan pilu Sejak semula kita tiada, terkapar berlumuran pinta Sementara kita mengasingkan semua, hampir sewindu jua Entah kumpulan lintang yang melayang Awan bergerak lalu mengambang Bertalikan seikat rindu di senja lepas kota Sampai malam mengumpulkan cerita, esok adalah rangkuman pinta kita Hanya di pangkal dahan, kutiriskan embun yang menahunkan rindu Biar kuiklaskan kering sendiri sampai semua benar-benar terhenti Tiada kabar, tiada sudi mencari Degup rindu yang melenyapkan ikatan suci Kuretaskan saja semua, rindu yang menahun Agar tidak lagi degup rindu yang mengayun, pelan lalu membuat kita lelap Lelap tiada lagi harap, kita pengap Pada rindu yang tak berharap, kita kedap

Menatap Senja Di Kaki Bukit

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Yang memisah di antara siang dan malam menemukan pangkal dahan sudah teduh di sampingnya cahaya membukit penuh kemudian kulari pada kumpulan anak kecil yang tertumpah ramai Sementara angin menemukanku di balik bukit cahaya yang melepas nampak segar membasuh di mukaku kemudian kusimpan dalam lemari-lemari yang meretas tentang napas-napas yang belum terlepas Kuberakit ke padang yang gersang dimana langit mulai memancar tenang sesekali kupandaikan bernyanyi menutup sunyi yang kali ini kusendiri Kulihat ikan-ikan bercinta pada anakan sungai yang menyudahi hening sangsai kasih, dimana kau diamkan cahayamu? sejak kukembali, kuserasa bagai batu yang berkerak dengan napas terkoyak

Kasih Kita

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Berbulan-bulan kita memancar diikatkan pada tiang-tiang kita menikmati kasih yang tak serupa damar biar segala duka memanggang Di musim yang belum genap kita meletakkan harap tentang musim yang kemarin masih sendiri menyudahi sepi untuk berlari Kasih, mari kita berjalan tinggalkan pangkal pergaulan dimana langit bertumpah cahaya disana kita akan menari bersama Di kaki-kaki dewi cinta kita sudahi perih pedih sampai kita benar-benar bercinta dalam ucap janji yang menamakan 'kasih' Tuhan, hujan pun sudah menuntut kita untuk berteduh kemudian kita berharap penuh cinta kita selalu bersujud kepada-Mu Tuhan, cahaya-Mu sungguh benar untuk kita yang menyimpan cinta dua anak manusia

Hening Yang Sangsai

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Hening ini sangsai di antara gubuk yang beratap jerami kupersilahkan rembulan sinau silau yang berselancar, melayang pada penyair desa Kemudian cahaya membasuh membasahi sekulit tubuh yang meninggalkan kekeringan dimana seribu puisi tentang gerimis pada rembulan, hujan pada pepohonan Kupersilahkan kau menyantap keju di hari yang belum selesai, kumalu terpisah, terpecah di antara rumahmu dan gubukku yang memecah hening di muka seribu debu Rembulan pun mulai berjalan bertaut riang kunang-kunang kudiamkan jerami yang mengusik di telinga tentang bisik hening yang tiada rupa Aku kira hening sudah bertaut yang mengantarkanku berjalan membiarkan gubukku terpisah, terpecah sampai hujan melancarkan angin pada pepohonan

Catatan Bulan November

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Di tanah ini sempat memerah berlumuran darah anak-anak menangis berjuta lelaki terguris habis Mengutuk jaman berlarian napas-napas tertinggal di anak yang belum sempat lahir menimang getir pada ibu berambut dikuncir Mereka merangkak jauh pelan menemui bedil yang berselempang ditendang habis tulanglanggang Perjuangan belum habis napas-napas terus menggubris tidak sempat rebah pada bumi yang menyusui balita-balita kecil untuk bermain Di tanah ini gubuk-gubuk sudah penuh hamparan napas memenuh Tuhan, tanah ini tanah isi masih memerah belum lagi istri-istriku yang dipapah jatuh di gundukkan yang sepadan mata kaki Kami masih ingin merangkak biar pun peluru menghentak napas habis tiada tangis Kami ingin menutup cahaya di atas tanah yang diambil haknya sudah pantasnya kami berontak berontak sampai menghentak Anak-anak berhenti sekolah ibu-ibu tua tiada menyawah semua takut dihujan peluru menantang maut

Mawar Di Awal November

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Yang kemarin tumbuh adalah tunas bermunculan kemudian mengakar di sampingnya berlumut hijau kemudian kudangkalkan seribu puisi Tentang mawar di awal november yang mengakar, mewarna di dinding-dinding teras sesekali kodok menginitip dan membiarkannya menjamur bersama hujan yang menggenapkan musim Cakrawala mulai memancar di balik alang-alang tua berwana pudar kutitipkan sayap-sayap elang menyisir di tepian desa yang berbulan-bulan tiada air Kemana mawarku tumbuh? sedang pot-pot kecil sudah dihujani liku penuh ah, andai saja kubagai tanah serta hujan pertunangan kubiarkan mereka tumbuh dan mengakar sampai satu musim membuat hilang

Sajak Bujang Desa

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Kuingin tidur Sampai malam benar mengabur Bagai lebah menggantung Kuingin meletakkan manis untukmu si gadis sulung Pagi belum penuh Nampak menitipkan angin yang sejuk Di kaki-kaki langit yang teduh Kuingin mengalungkan rindu yang mabuk Kusudah berkaca di tiang Tapi redup mengambang Kuingin terlantar Bagai kasihku yang samar Jalanam mulai sepi Hanya biang sudut kota yang meratapi Kepada siapa ku mengantarkan pagi Sedang kasih sudah terbagi

Si Bujang Malam

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Mendatang hilang melayang Jauh jenuh tertumpah Digenangi tubuh serasa payah Awan sudah mengandang dendang Kunang dipeluk gelap Kucup melati serasa gagap Sudah malam kutiada harap Sekali jenuh kuterkoyak Angin mengulik buntung rindu Semakin resap menghadap Malam kian menentu Dikulik jenuh yang mengendap Jauh kuberlari, sakit kemudian kusendiri Angin dan kunang mengulik peri Sudah larut kuterenggut Aku kalut Derai hening mengenang Jauh dikekang si bujang Terkenang si gadis malang Melantur kunang yang merambah hilang Sudah sendiri, kemudian kubertanya Malam sepi, kuberkubang dengannya Aku ingin terbang dipeluk angin serta dipeluk hujan Biar kusendiri disentuh dingin, lalu hilang kemudian ‪#‎Bujang‬ : Perjaka

Nyanyian Pasir dan Nyiur

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Kuberdiri di tiang rembulan Mendatang tenang nyanyian pasir Dipucuk nyiur kutiba Dipeluk melayang awan menyambat raga Rembulan bertunangan pada awan Tertumpah jatuh diikat angin dan debur ombak Cahaya ditawarkan sunyi pada nyanyian daun nyiur Kurengkuh dalam layang yang berenang Sesekali ini kuteguk mentah nyanyian pasir yang mengundang selir bermandikan angin Mendatang tiba kupasrahkan saja Pada gita rembulan yang bertunangkan awan Terkecuali kuberlari menanggalkan nyanyian pasir untuk habis kemudian . Akar-akar nyiur sudah merambah pada garis pantai Kuucap hening yang sangsai, kupasrah yang tak habis usai Kemudian kutitipkan sekali ini Rembulan bertunangan pada awan yang membuatku ingin berlari Tuhan, rembulan-Mu mengakar pada kedua mata yang mengucap kata Tangis serta rindu padanya Jika esok kudengar nyanyian lagi, kutak ingin duduk Kuingin bermain pasir lalu kutitup bersama debur ombak Agar tiada layang yang me

Sajak Pemuda Desa

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Mengapa kau kotak-kotakan kita? Kita adalah tunas yang tumbuh tak dipinta Bukan karena kita beda lalu semua lerai Tidak, kita tak akan hening yang sangsai Kita tumbuh Dengan teguh, kita tak akan luluh Kau tahu jaman sudah kembali edan Tapi kita tetap bertahan Sampai merah darah mengalir Sampi putih tulang tergelincir Kita tak akan mangkir Kau tahu kenapa kita bersatu? Karena kita tahu darah dan putih tulang kita sama Tiada beda yang merusak Sampai getir pun tak akan terkoyak

Jalan Kecil Dariku

Image
Karya : Penyair Kecil ( Nasrul Asrudin) Kemudian muncul dengan setapak yang mulai menanggal Dibaktikan dengan tatap yang menyumpah Sembari disia-siakan dalam gelas-gelas yang kotor Terkecuali tertumpah pada bias-bias kaca penari dari terawang jalan Kulihat lekuk gigil yang menyeduh hangat pada bibir juwita Tertunduk hening menanggalkan lalu gelas-gelas berdenting merdu Menyanyikan harga-harga Menyanyikan sumpah Harus kemana lagi? Kuberlari kemudian semua bermain Hanya setapak jelas menyumpah Kusudahi dengan raga yang berdarah Entah

Kembalikan Damai Kasih

Image
Karya : Penyair Kecil Sementara saja terlindung Diucap seorang gadis Lupa segala renung Tubuh sangsai kembali menangis Kembalikan damai kasih Sementara saja kupedih Kujadikan diri hening yang melawan Pada ucap yang lupa kemudian Haruskah kubersuara pada prasangka Mengembalikan bahagia di atas runtuh tua Dari keharusan yang semestinya ada Kembalikan damai kasih untukku yang sudah tua

Karena Kita Bahasa

Image
Karya : Penyair Kecil Kasih, sementara aku tak akan berbahasa Menjadikan kawanan kata menyudahi rasa Kasih, maafkanlah aku Aku tahu kau sudah lama menungguku Di balik rintik gerimis, mari kita sudahi perih yang menyumbat manis Kuharap ini bukan segala musim yang menyudahi kita berpisah Ini dimana kita sudah Tak berjalan bersama Tak berlagu bersama Tak berpuisi bersama Kasih, aku pasti akan kembali pada bulan ke tiga Saat kita sudah resah Saat kita sudah payah Dan kita tahu hanya entah Tapi aku percaya Kita akan bersua dalam romansa dalam ikatan cinta dari Maha Cinta Karena kita adalah bahasa

Cahaya Cinta Dari Kekasih

Image
Karya : Penyair Kecil Yang dirindu pun sudah jauh sebelum kumenatap kekosongan yang penuh Dengan do'aku yang teguh, aku mengatasnamakan cinta penuh teguh Kuharap hening selalu berkata, adakah pertunangan ini Tuhan? Sebelum aku benar-benar habis kemudian Mempunyainya sunguh kuselalu berharap ada hening yang membawa kembali Tentang cinta yang tak menyudahi sampai diri benar-benar terhenti Diam kemudian menggantung di musim yang kemarin kita menanggalkan bahagia Kiranya aku sudah digenangi jiwa yang begitu menghamba padanya Cahaya di atas cahaya Kumohon bawalah cawan cintanya Untuk kusimpan dalam do'a yang digenangi muara-muara dari syorga Sampai kukembali dalam cinta yang benar-benar cinta Sementara dia masih bermain pada rintik gerimis, tujuh warna pelangi yang membuka kedua mata, satu hati Adakah jawaban dari syorga cinta pujangga dalam puisinya Tuhan, jika dia kembali maka kutak akan meminta rintik gerimis dan tujuh warna pelangi Karena Kau tahu, cint

Puisi Tanah hijau

Image
Karya : Penyair Kecil Tanah hijau berganti merah Tangis balita pecah Di pundak kita mulai Sapu hening yang sangsai Tunas belum mati Masih tertinggal di pundak kita Menunggu seteguh hati Kepada kita yang penuh cinta Kita serupa akar untuknya Menegakkan tunas kecil untuk anak cucu kita Sebelum tanah hijau berganti merah Mari kita jaga dari tangan serakah

Puisi Gadis Pasar

Image
Karya:Penyair Kecil Kepada gadis di kerumunan pasar Kuingin melamar Pada dikau yang berwajah ayu Sungguh bukan merayu, ku lelayu Bukan gaun serta intan Hanya berselempang anyaman Ku mengantarkan kau berjalan Menyudahi kebodohan di pergaulan Terimalah gadisku di kerumunan pasar Biar ladangku kering tiada kabar Tapi kuakan melamar Dikau gadisku yang berwajah dinar

Sajak Bujang Desa Pada Malam

Image
Karya: Penyair Kecil Ketika malam bintang berdandan Kumau ikut menatapnya Jika luka lagi kelam kau berangan Kutak mau kau terluka dalam cinta Di pucuk daun tetesan embun jatuh Landai ke bawah lalu kumelihat Biar pun banyak lelaki berduyun cinta penuh Aku tidak termasuk ke dalam cinta yang laknat Cicitan kelelawar memanggang cerita Duduk dengan manis si pengembala kerbau Jika angan yang bingar tak mau berkata Aku tak mau melihat kau dipeluk masa lampau . Angin memberi sejuk pada setiap cela jendela Disaksikan bisik rintik hujan Ketika ada lelaki yang membawamu luka Jangan bicara, kuakan mecintaimu dengan ketulusan

Kami Menentang

Image
Karya: Penyair Kecil Kami menentang Darah kami terpanggang Dalam kesengsaraan, penindasaan serta pembantaian Biar luka kami papah sampai tiba kami katakan 'merdeka' Di hari merdeka nanti, kami ingin meneteskan air mata Jatuh bersimpah bersama darah kering Terbungkus do'a yang teramat paling Dari kami yang menentang Pada kesengsaraan, penindasan serta pembantaian Kami ingin memberikan hormat Dengan teguh, hening dan hikmat Kepada teman kami yang wafat Jauh sebelum mereka berdiri dengan gagah dan hormat Teruskan perjuangan Biar darah terpanggang Sekali menentang Kami harus melawan Lawan dan lawan

Nyanyian Dari Teman

Image
Karya: Penyair Kecil Burung malam bertandang di rumah tua Bersiul disela-sela atap Kelam jua kau di masa remaja Sungguh malang nasibmu yang senyap Cicit kelelawar berpelukan Menyatu di bawah kerongkongan kering Tiada kabar kau di peraduan Sampai aku sendiri ingin berpaling Sayap-sayap elang menyangkut Di tengah hening yang menyimak Sungguh tak tega kau cemberut dan kalut Karena aku tiada tega kau habis terkoyak Malam telah menceraikan siang Kuberada lalu membaur Sekian lama kuterkekang Dalam basuh sunyi yang mengabur

Nyanyian anak senja

Image
Karya : Penyair Kecil Bulan berakit Kelelawar bercicit Langit tergelincir Nyanyian alam menyindir Berduaan mengikat Malam jua memunajat Di malam ke empat Kuberselancar dalam kasih yang laknat Pepohonan menceraikan ranting dan dedaunan Jatuh dihempas sang angin Kubagai penari di awal pertunangan Menari luka lagi kelam Rembulan memancar Sayap-sayap elang menggantung Berkubang melati di musim rindu yang buntung Jalan-jalan berputar, kubingar Malam ke empat kusisakan Tarian awal bulan memangku Jiwa-jiwa yang bersihkukuh Menggumam dengan penuh Lagu anak malam menggamit Satu darinya adalah aku Menunaikan rembulan untuk menghilang Sampai kutak dengar kelelawar bercicit Hujan belum jatuh dari langit Masih mendung dimuka terkait Kusendiri berlagu Dalam dekap lirih rembulan bersyahdu

Pengabdian guru

Image
Karya: Penyair Kecil Sebuah tas kulit berselempang digenggam erat nasib kami hingga tertidur bermimpi kami adalah kerangka yang belum terpanggang Di luar yang mempertanyakan nasibnya masih dicekal kebingungan ini sebuah pengabdian untuk kami yang terlalu meminta Tapi sampai jua kabar darinya ini cinta dari seorang guru tua mengabdikan diri dalam pergaulan harta tidak meminta Tak ada cinta yang hilang darimu tumbuh kekal bersama ilmu menenggelamkan kotak-kotak kecil,tempat dimana kami berada tapi, kami percaya kau guru pengabdi negara

Di sebrang pulau

Image
Karya: Penyair Kecil Di sebrang kau menyandar, mengalung si buah bibir dari anak manusia tiba dengan bergaun hitam sepu, kau menyaringkan kuping di sampingnya di luar yang mengatakan hujan telah menenggelamkan potongan-potongan yang terempas jauh tak bertuan Bergaris merah, kujajahkan puing-puing yang menelantarkan angan yang berharap menunggu pelangi setelah hujan aku kira kau telah bercinta dengan sepotong keju yang membawamu melempar Jauh sebelum layung kuabdikan yang menyisir garisnya untuk menitih kemudian kepasrahkan saja pada rembulan yang merakit hingga ujung pohon menari Mungkin kupasrahkan saja pada kalender yang terlingkar sudah sekian kudekap sepi bukan di pasar hanya kamar kecilku yang terlantar Mengumpat potongan-potongan yang belum terjual oleh air bersama gerimis yang sepadan sudut mata kupasrahkan saja semburat duka pada layung yang belum terlempar

Titipan Hujan

Image
Karya: Penyair Kecil Kasih, kutitipkan hujan yang menenggelamkan akar-akar tempat dimana kita menari yang menyudahi sunyi sepi di atas gundukan rumah hewan kecil kita menyematkan tangan untuk melepasnya Kasih, kukabarkan hujan malam ini yang kiranya kau masih merindukan tentang akar-akar dan hewan dimana sepanjang hujan malam ini kuberkawan Malam mulai menutup usia kumasih di samping rumah berjaket lesu, kuingin dipapah sebelum usiaku telah tiada

Bungaku berlinang

Image
Karya : Penyair Kecil Kubang berkubang kunang Hancur berderai berlinang Si bungaku yang keranjingan Kasih sayang sebelum dipinang Ah, kumau berdendang Siapa suruh kau bergaun sayap-sayap elang Sudah ditembak jatuh bau busuk melayang Si bungaku sudah geleng-geleng kepala Turut berkubang jua pada malam purnama Diikatkan rerumputan yang menanyakan sapi dan kuda Ah, si bungaku sudah ternoda

Semut kecil

Image
Karya : Penyair Kecil Banyak kesombongan yang tertuang dalam kata-kata, seperti lidah yang bermain di kumpulan semut-semut kecil Mereka terkadang meniupnya sampai ke lubang-lubang tempat mereka bersembunyi Mengapa mereka tak menjilatnya di ujung lidah yang mengecap rasa manis? Aku kira begitu sampai gajah pun tak sadar telah menginjaknya Hanya kabar burung yang meminggirkan sayap-sayap kecil Entah tertukar atau bulunya sudah habis dipangkas Sedangkan mereka sudah memuncak di pagar yang belum bau karatan Ah, mungkin saja jiwaku sudah duduk merindukan tiupan penari ilalang Semula aku hanya kumpulan semut-semut yang sempat berenang-renang Lalu belalainya telah menarik kami yang sudah hanyut Entah sadar atau masih kerdil ucapan ini? Ah, biarkan saja nanti kami tanyakan lagi pada kumpulan abang tukang songgol Siapa tahu keringatnya sudah menanak nasi